Small and Medium Entrepreis

Sabtu, 26 Juni 2010

Marketing: Membangun "Relationship Marketing"

Marketing: Membangun "Relationship Marketing"

Kewirausahaan

Oleh: Dr.Eddi Suprayitno

Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses. Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Sedangkan yang dimaksudkan dengan seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan.

Intinya, seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa Wirausaha dan mengaplikasikan hakekat Kewirausahaan dalam hidupnya. Orang-orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya. Secara epistimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan rencana-rencana dalam pikirannya ke dalam suatu tindakan yang berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreatifitas, yaitu pola pikir tentang sesuatu yang baru, serta inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu yang baru.

Beberapa konsep kewirausahaan seolah identik dengan kemampuan para wirausahawan dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan watak/ciri wirausahawan semata, karena sifat-sifat wirausahawanpun dimiliki oleh seorang yang bukan wirausahawan. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980). Wirausahawan adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997)

Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001). Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer (1996:51), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:
•Pengembangan teknologi baru (developing new technology)
•Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge)
•Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services)
•Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and services with fewer resources)

Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sifat inipun sebenarnya dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di luar wirausahawan. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya.

Dari pengertian Wirausahawan di atas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa seorang wirausahawan adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan memiliki motivasi tinggi yang beresiko dalam mengejar tujuannya.

Solusi "Problem UMKM"

Oleh: Dr.Eddi Suprayitno

UMKM telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap bangsa ini seperti; lapangan kerja, pendapatan masyarakat, sejumlah output (barang dan jasa), basic economic reel, pengurangan pengangguran serta sumber peningkatan PDRB daerah dan nasional. Selain itu, UMKM merupakan pondasi ekonomi yang cukup tangguh. Hal ini terbukti pada saat krisis ekonomi 1987/1998, dimana perusahan-perusahaan besar banyak yang kolep sedangkan UMKM tetap eksis dan tidak begitu terpengaruh terhadap krisis tersebut. Dari kontribusi yang telah berikan UMKM sangat naïf jika kita tidak perduli dengan problem-problem yang sedang dihadapi oleh UMKM.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan UMKM sudah barang tentu perlu dicari factor-faktor penyebabnya. Secara teoritis para ahli telah banyak yang mengemukakan pandangan-pandangannya. Michael P. Porter (1980) misalnya, mengemukakan bahwa untuk menciptakan daya saingnya, suatu perusahaan harus menciptakan keunggulan melalui strategi generic. Strategi ini dilakukan dengan menekankan pada keunggulan biaya rendah, diferensiasi dan focus. Dengan strategi inilah perusahaan memiliki kesanggupan bertahan/daya tahan (sustainability). Akan tetapi, strategi tersebut menurut D’Aveni (1994) adalah berjangka pendek (short-life) dan statis. Sekarang ini keadaanya cepat berubah, yang diperlukan adalah starategi jangka panjang (long-life) dan dinamis. Untuk menghadapi kondisi yang lebih dinamis dan berjangka panjang, Mahoney dan Pandian (1992) mengemukakan ide dasar pengembangan perusahaan melalui strategi yang berbasis pada pengembangan sumber daya internal secara superior (internal resource-based strategy) untuk menciptakan kompetensi inti (core competency). Menurut Cary Hamal (1994:232) perusahaan harus menekankan strategi yang memfokuskan pada pengembangan kompetensi inti (building core competency), pengetahuan dan keunikan intangible asset untuk menciptakan keunggulan. Menurut D’Aveni (1994:253), “Only entrepreneurial discovery of new opportunities and creative destruction of opponent’s advantages create profit”.

Dalam pandangan yang operasional, Yuyun Wirasasmita (1993:2) mengemukakan bahwa kemampuan perusahaan mikro, kecil dan menengah untuk mencapai keberhasilan tertentu, diantaranya dipengaruhi oleh faktor kewirausahaan dan manajerial, yang meliputi kompetensi usaha, dasar pendidikan, keinovasian, dan motivasi. Oleh sebab itu menurut Burns (1990) agar perusahaan itu berhasil mencapai take-off harus ada usaha-usaha khusus yang diarahkan untuk survival, consolidation, control, planning and expectation. Dalam tahapan ini diperlukan penguasaan manajemen, yaitu dengan mengubah pemilik sebagai pengusaha (owners as a businessman) yang merekrut tenaga yang diberi wewenang secara jelas. Dibidang pemasaran, mengubah dari “getting customer” menjadi “improve competitive situation”. Demikan juga di bidang keuangan, dari tahap “cash-flow” berubah menjadi tahap “tighten financial control” and “improve margin and control cost”. Selanjutnya di bidang pendanaan, dalam tahap take-off usaha kecil harus sudah “venture capital” (Yuyun Wirasasmita, 1993:2).
Metode-metode sebagai Solusi.

Sebenarnya masalah yang dihadapi oleh usaha mikro, kecil dan menengah adalah masalah klasik, tetapi kita perlu mencari metode untuk memecah permasalahan tersebut. Ada beberapa metode yang perlu diterapkan pada usaha mikro, kecil dan menengah untuk dapat meningkatkan daya-saingnya.

Metode yang perlu dilaksanakan oleh UMKM antara lain:
1.Berorientasi pada Kewirausahaan
Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses. Untuk mencapai kesuksesan, UMKM harus menerapkan program kewirauasahaan secara optimal yang antara lain:
•Kreatif dan Inovatif
•Smart
•Pekerja Keras
•Bertanggungjawab

2.Berorientasi pada Stratejik Pemasaran
Pemasaran merupakan unjung tombak bagi suatu bisnis sehingga apabila strategi pemasaran tumpul akan mengakibatkan proses kegiatan bisnis akan mengalami ketumpulan juga. Konsep dasar pemasaran adalah bagaimana memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dan memuaskannya. Untuk memuaskan dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, UMKM harus menerapkan program pemasaran secara optimal yang antara lain:
•Marketing Mix
•Market Orientation
•Internal Marketing
•Relationship Marketing

3.Sistem Keuangan yang berorientasi pada Akuntansi
Keuangan merupakan sumber kehidupan bagi proses kegiatan suatu bisnis, keuangan diibaratkan darah pada tubuh manusia. Ketidak seimbangan keuangan pada setiap bagian maupun keseluruhan proses kegiatan bisnis akan mengganggu aktivitas bisnis. Untuk itu perlu dilakukan sistem pengaturan keuangan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang antara lain:
•Sistem pembukuan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
•Sumber dan penggunaan dana
•Ratio keuangan
•Biaya modal

4.Sistem produksi yang efektif dan efesien
Proses produksi merupakan motor dalam menghasilkan produk (barang dan jasa) yang merupakan output perusahaan yang berarti penghasilan perusahaan. Proses produksi yang diharapkan perusahaan adalah proses produksi yang mempunyai tingkat kemampuan produktivitas yang tinggi serta efektif dan efesien dengan output yang berkualitas. Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan metode proses produksi yang baik dengan melakukan antara lain:
•Penggunaan sarana dan prasarana yang lebih baik
•Transpormasi metode/teknologi
•Strategi adopsi
•Peningkatan dan pengembangan kemampuan ktrampilan SDM
•Ketersediaan bahan baku yang berkualitas

Untuk mendapatkan UMKM yang mempunyai tingkat daya saing yang unggul tidak hanya diberikan metode atau program-program tersebut diatas saja tetapi perlu juga dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Pendidikan dan pelatihan (Diklat), 2) Fasilitasi, 3) Mediasi, 4) Pembinaan, 5) Konsuling, 6) pengawasan, 7) Evaluasi. Program-program ini harus dikelola secara profesional dan pengelolanya bertanggung jawab atas keberhasilan UMKM yang menjadi binaannya.

Program ini jika dilaksanakan secara baik dan professional dengan tanggungjawab penuh sangat dimungkinkan UMKM dapat tumbuh, berkembang serta mampu meningkatkan daya saingnya.

Dilema UMKM

Oleh: Dr.Eddi Suprayitno

Isu yang paling populer dan menarik untuk dikaji secara mendalam sekarang ini adalah bagaimana daya hidup perusahaan berskala mikro, kecil dan menengah dalam menghadapi persaingan global. Mengapa beberapa perusahaan tertentu bisa bertahan, tumbuh, dan berkembang secara mandiri dan berkesinambungan (self-susteined growth), sementara yang lainnya mengalami kegagalan? Kekuatan-kekuatan apa yang dapat menopang daya hidup perusahaan-perusahaan tersebut sehingga dapat bertahan dan berkembang (survive)?

Tidak dapat disangkal lagi, bahwa dalam konstalasi dinamika perekonomian global yang semakin kompleks dan kompetitif pada saat ini telah terjadi perubahan yang cukup fundamental dalam kehidupan ekonomi masyarakat dan telah melahirkan nilai-nilai baru yang harus mendapat perhatian dari private sector. Dalam konteks ini setiap perusahaan baik besar, menengah maupun kecil harus mampu bersaing dalam “market power” dengan menciptakan berbagai keunggulannya.

Essensi dan eksistensi usaha kecil dalam perekonomian nasional tidak diragukan lagi. Usaha kecil tersebar di berbagai pelosok tanah air dan telah mampu menyerap sumberdaya dan tenaga kerja lokal. Hasil dari 29 produk manufaktur yang diidentifikasi memiliki keunggulan komperatif, 15 jenis produk diantaranya adalah dihasilkan oleh tenaga kerja tidak terlatih “unskilled labor intensive” dari sektor usaha kecil dan menengah.

Ekonomi kerakyatan yang direpresentasikan oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mengambil porsi besar dalam hal penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2009, mencapai 97,04 % dari seluruh total angkatan kerja. Juga menyumbang lebih dari separuh dari total PDB sebesar 55,6 % dan merupakan 99,9 % dari jumlah unit usaha dan menempati 20,6 % dari total ekspor secara nasional.

Secara kualitatif, peranan usaha kecil tidak diragukan lagi, yakni : Pertama, usaha kecil dapat memperkokoh perekonomian nasional melalui berbagai keterkaitan usaha, seperti : fungsi pemasok, fungsi produksi, fungsi penyalur, dan fungsi pemasaran bagi hasil produk-produk industri besar. Usaha kecil berfungsi sebagai transformator antar sector yang mempunyai kaitan ke depan maupun ke belakang (forward and backward-linkages). Kedua, usaha kecil dapat meningkatkan efisiensi ekonomi khususnya dalam menyerap sumber daya yang ada. Usaha kecil sangat fleksibel, karena dapat menyerap tenaga kerja lokal, dan meningkatkan sumber daya manusia menjadi wirausaha-wirausaha yang tangguh. Ketiga, usaha kecil dipandang sebagai sarana pendistribusian pendapatan nasional, alat pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan (wealth creation process), karena jumlahnya tersebar baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Banyaknya usaha kecil menengah gulung tikar yang diakibatkan hilangnya pasar produk mereka, karena masih menggunakan manajemen pemasaran yang masih tradisional. Pemilik dan pengelola usaha kecil menengah belum menyadari begitu pentingnya strategi pemasaran dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan perluasan market share perusahaan. Usaha kecil menengah pada umumnya tidak menjaga kemitraannya dengan pihak-pihak terkait dalam mempertahankan hubungan yang harmonis dalam rangka menjaga kelangsungan hidup perusahaan.

Ambivalensi terhadap kemampuan usaha kecil dengan berbagai fenomenya terus bermunculan sejalan dengan dinamika perkembangan sector lain di bidang ekonomi. Secara struktural usaha kecil masih memiliki kelemahan klasik, seperti kelemahan dibidang manajemen, organisasi, pengendalian mutu, kemampuan alih (adoption) teknologi dan penguasaan teknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih lokal, terbatasnya akses terhadap pasar (Mariman Darto, 1995). Kelemahan tersebut menurut Christian Lampelius (1979:9) membentuk lingkaran keterbelakangan yang tidak berujung pangkal.

Kelemahan bahwa kelemahan internal perusahaan kecil terutama terletak pada manajemen usaha, peralatan dan barang modal, serta peralatan teknis dan disain. Sedangkan kelemahan eksternal terletak dalam sistem organisasi antar usaha, jalur distribusi dan jalur pemasaran, informasi teknis dan informasi pemasaran, iklim usaha, serta iklim industri dan persaingan yang kurang sehat. Bahkan hasil penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Small Business Development Centre University of Wisconsin Madison (1993:4), mengungkapkan bahwa 90 persen dari perusahaan yang gagal terutama disebabkan oleh kegagalan pemasaran dan kegagalan manajemen.

Keberadaan wirausaha nasional sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan usaha kecil, pada prakteknya masih merupakan potensi yang kontradiktif. Disatu pihak wirausaha kecil dituntut untuk berkembang dan bersaing dengan pengusaha menengah dan besar yang profesional dan memiliki nilai corporate culture modern, dilain pihak pengusaha kecil sendiri masih memiliki kemampuan yang terbatas dan berusaha secara tradisonal. Berdasarkan hasil penelitian Eddi Suprayitno (2009), hampir 87 persen usaha menengah, kecil dan mikro masih menggunakan system manajemen pemesaran tradisional secara turun menurun.

Masih banyak kelemahan yang dihadapi usaha kecil. Salah satu akibatnya, usaha kecil nasional juga relatif kurang efisien bila dibandingkan dengan usaha besar. Berdasarkan data BPS (2007) nilai tambah perunit usaha kecil sebesar Rp 19,91 juta, usaha kerajinan rumah tangga Rp.1,64 juta perunit usaha, dan perusahaan besar/menengah Rp. 4,41 milyar perunit usaha. Dengan membandingkan secara kasar nilai tambah ketiga skala usaha tersebut, maka usaha kecil relatif kurang efisien 221,49 kali dibanding usaha besar dan relatif lebih efisien 12,14 kali dibanding usaha kereajinan rumah tangga.

Berdasarkan uraian diatas perlu kita melakukan tindakan yang proaktif untuk menumbuh kembangkan usaha mikro, kecil dan menengah guna meningkatkan ekonomi sektor riil dalam rangka menciptakan ketangguhan ekonomi nasional.