Small and Medium Entrepreis

Sabtu, 26 Juni 2010

Dilema UMKM

Oleh: Dr.Eddi Suprayitno

Isu yang paling populer dan menarik untuk dikaji secara mendalam sekarang ini adalah bagaimana daya hidup perusahaan berskala mikro, kecil dan menengah dalam menghadapi persaingan global. Mengapa beberapa perusahaan tertentu bisa bertahan, tumbuh, dan berkembang secara mandiri dan berkesinambungan (self-susteined growth), sementara yang lainnya mengalami kegagalan? Kekuatan-kekuatan apa yang dapat menopang daya hidup perusahaan-perusahaan tersebut sehingga dapat bertahan dan berkembang (survive)?

Tidak dapat disangkal lagi, bahwa dalam konstalasi dinamika perekonomian global yang semakin kompleks dan kompetitif pada saat ini telah terjadi perubahan yang cukup fundamental dalam kehidupan ekonomi masyarakat dan telah melahirkan nilai-nilai baru yang harus mendapat perhatian dari private sector. Dalam konteks ini setiap perusahaan baik besar, menengah maupun kecil harus mampu bersaing dalam “market power” dengan menciptakan berbagai keunggulannya.

Essensi dan eksistensi usaha kecil dalam perekonomian nasional tidak diragukan lagi. Usaha kecil tersebar di berbagai pelosok tanah air dan telah mampu menyerap sumberdaya dan tenaga kerja lokal. Hasil dari 29 produk manufaktur yang diidentifikasi memiliki keunggulan komperatif, 15 jenis produk diantaranya adalah dihasilkan oleh tenaga kerja tidak terlatih “unskilled labor intensive” dari sektor usaha kecil dan menengah.

Ekonomi kerakyatan yang direpresentasikan oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mengambil porsi besar dalam hal penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2009, mencapai 97,04 % dari seluruh total angkatan kerja. Juga menyumbang lebih dari separuh dari total PDB sebesar 55,6 % dan merupakan 99,9 % dari jumlah unit usaha dan menempati 20,6 % dari total ekspor secara nasional.

Secara kualitatif, peranan usaha kecil tidak diragukan lagi, yakni : Pertama, usaha kecil dapat memperkokoh perekonomian nasional melalui berbagai keterkaitan usaha, seperti : fungsi pemasok, fungsi produksi, fungsi penyalur, dan fungsi pemasaran bagi hasil produk-produk industri besar. Usaha kecil berfungsi sebagai transformator antar sector yang mempunyai kaitan ke depan maupun ke belakang (forward and backward-linkages). Kedua, usaha kecil dapat meningkatkan efisiensi ekonomi khususnya dalam menyerap sumber daya yang ada. Usaha kecil sangat fleksibel, karena dapat menyerap tenaga kerja lokal, dan meningkatkan sumber daya manusia menjadi wirausaha-wirausaha yang tangguh. Ketiga, usaha kecil dipandang sebagai sarana pendistribusian pendapatan nasional, alat pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan (wealth creation process), karena jumlahnya tersebar baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Banyaknya usaha kecil menengah gulung tikar yang diakibatkan hilangnya pasar produk mereka, karena masih menggunakan manajemen pemasaran yang masih tradisional. Pemilik dan pengelola usaha kecil menengah belum menyadari begitu pentingnya strategi pemasaran dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan perluasan market share perusahaan. Usaha kecil menengah pada umumnya tidak menjaga kemitraannya dengan pihak-pihak terkait dalam mempertahankan hubungan yang harmonis dalam rangka menjaga kelangsungan hidup perusahaan.

Ambivalensi terhadap kemampuan usaha kecil dengan berbagai fenomenya terus bermunculan sejalan dengan dinamika perkembangan sector lain di bidang ekonomi. Secara struktural usaha kecil masih memiliki kelemahan klasik, seperti kelemahan dibidang manajemen, organisasi, pengendalian mutu, kemampuan alih (adoption) teknologi dan penguasaan teknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih lokal, terbatasnya akses terhadap pasar (Mariman Darto, 1995). Kelemahan tersebut menurut Christian Lampelius (1979:9) membentuk lingkaran keterbelakangan yang tidak berujung pangkal.

Kelemahan bahwa kelemahan internal perusahaan kecil terutama terletak pada manajemen usaha, peralatan dan barang modal, serta peralatan teknis dan disain. Sedangkan kelemahan eksternal terletak dalam sistem organisasi antar usaha, jalur distribusi dan jalur pemasaran, informasi teknis dan informasi pemasaran, iklim usaha, serta iklim industri dan persaingan yang kurang sehat. Bahkan hasil penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Small Business Development Centre University of Wisconsin Madison (1993:4), mengungkapkan bahwa 90 persen dari perusahaan yang gagal terutama disebabkan oleh kegagalan pemasaran dan kegagalan manajemen.

Keberadaan wirausaha nasional sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan usaha kecil, pada prakteknya masih merupakan potensi yang kontradiktif. Disatu pihak wirausaha kecil dituntut untuk berkembang dan bersaing dengan pengusaha menengah dan besar yang profesional dan memiliki nilai corporate culture modern, dilain pihak pengusaha kecil sendiri masih memiliki kemampuan yang terbatas dan berusaha secara tradisonal. Berdasarkan hasil penelitian Eddi Suprayitno (2009), hampir 87 persen usaha menengah, kecil dan mikro masih menggunakan system manajemen pemesaran tradisional secara turun menurun.

Masih banyak kelemahan yang dihadapi usaha kecil. Salah satu akibatnya, usaha kecil nasional juga relatif kurang efisien bila dibandingkan dengan usaha besar. Berdasarkan data BPS (2007) nilai tambah perunit usaha kecil sebesar Rp 19,91 juta, usaha kerajinan rumah tangga Rp.1,64 juta perunit usaha, dan perusahaan besar/menengah Rp. 4,41 milyar perunit usaha. Dengan membandingkan secara kasar nilai tambah ketiga skala usaha tersebut, maka usaha kecil relatif kurang efisien 221,49 kali dibanding usaha besar dan relatif lebih efisien 12,14 kali dibanding usaha kereajinan rumah tangga.

Berdasarkan uraian diatas perlu kita melakukan tindakan yang proaktif untuk menumbuh kembangkan usaha mikro, kecil dan menengah guna meningkatkan ekonomi sektor riil dalam rangka menciptakan ketangguhan ekonomi nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar